Kamis, 07 April 2011

Tidak Perlu Lembaga Baru Dalam Penanganan Fakir Miskin

Jakarta, 6/4. Pembahasan Panja Rancangan Undang-undang Penanganan Fakir Miskin Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah membahas seluruh Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang diajukan pemerintah. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ahmad Zainuddin, Rabu (6/4) di Senayan Jakarta., “Sekarang ini sudah 151 DIM yang telah disetujui, 38 DIM dipending pembahasannya dan 86 DIM diserahkan ke timus untuk pembahasan lebih lanjut. Salah satu pembahasan yang alot, adalah DIM 242 yaitu tentang kelembagaan penanganan fakir miskin”. ungkap Zainuddin.

Menurut politisi dari PKS ini, penanganan Fakir Miskin tidak perlu dilakukan oleh lembaga baru, tetapi cukup ditangani oleh kementerian yang ada  dengan menetapkan salah satu kementerian sebagai Leading Sector. “ Pembentukan lembaga baru hanya akan menambah beban negara, karena akan berimplikasi pada anggaran belanja negara. karena akan membutuhkan personalia, sarana prasarana dan anggaran rutin dan operasional yang besar, termasuk belanja barang dan belanja pegawai,” ungkapnya.

Dalam pandangan pria daerah pemilihan DKI Jakarta I ini bahwa lembaga baru belum  tentu efektif dalam penanganan fakir miskin. “Setidaknya ada tiga alasan mengapa lembaga baru tidak efektif,” pertama katanya,” pembentukan lembaga baru tidak seiring dengan semangat reformasi birokrasi. Lembaga negara sudah sangat gemuk,” ungkapnya.

Sebelumnya kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi pernah melaporkan bahwa jumlah lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) mencapai 28 (dua puluh delapan) buah. Lembaga non Struktural (LNS) sudah mencapai 88 (delapan puluh delapan) buah.

Alasan kedua kata Zainuddin, selama ini lembaga atau badan negara cenderung lemah dalam hal koordinasi, sementara jika dikelola oleh kementerian, ia memiliki forum koordinasi yang rutin dilakukan seperti rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri koordinator dan sidang kabinet yang dipimpin oleh presiden. “Yangt terakhir, peningkatan anggaran yang tidak langsung digunakan untuk penanganan fakir miskin, tetapi menambah banyak beban belanja rutin. Alangkah baiknya jika anggaran tersebut digunakan langsung untuk penanganan fakir miskin”, ungkapnya.

Karena itu Zainuddin mengusulkan bahwa dalam penanganan fakir miskin  diperlukan adanya kementerian tehnis yg menjadi leading sector dan menjadi muara penanganan fakir miskin, sehingga semua program yg mungkin ada di beberapa kementerian atau lembaga menjadi tepat sasaran dan efektif dalam penanganan dan pengentasan kemiskinan. “Kementerian ini memiliki wewenang dan tanggung jawab utama dalam penanganan fakir miskin di Indonesia. Kewenangannya menyangkut dalam hal pengelolaan database fakir miskin, kebijakan, program dan pengendalian, yang menjadi satu kesatuan upaya penanganan fakir miskin” tutupnya 


Sumber: pk-sejahtera.org

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More