Kamis, 24 Maret 2011

At-Taskhir


Drs. H. Mahfudz Siddiq, M.Si.
Salah satu tujuan dari kepemimpinandan kekuasaan adalah isti’mar al-ardh,yaitu memakmurkan kehidupan umat manusia.Kepemimpinan yang sukses terletak pada kemampuannya untuk mendayagunakanberbagai sumber daya kekuatan itu. Pernahkah kita menyadari bahwa Nabi Sulaimanas bahkan bahkan memiliki kemampuan untuk mendayagunakan potensi kekuatanbangsa Jin dan hewan untuk mewujudkan tujuan kekuasaannya sebagai raja.

Saya bukan ingin mengajak Anda berfikir agar salah satu syarat calon Presidenadalah mampu menundukkan sumber daya Jin. Tapi ingin menyajikan satu perspektifprinsipil bahwa kepemimpinan dan kekuasaan harus mampu melihat berbagai potensisumber daya yang ada atau diadakan sebagai energi positif yang mesti dikelola.Bukankah Rasulullah saw pernah memberi isyarat bahwa satu waktu agama Islam iniakan ditolong oleh rajulun fajir? yaituorang-orang yang jauh dari standarkeimanan dan keshalehan, namun memiliki kekuatan yang bisa didayagunakan.

Salah satu kesalahan berfikir dan bersikap di antara kaum muslimin adalahketika menakar dan menseleksi unsur-unsur kekuatan yang layak dilibatkan dalamproses istikhlaf menurut ukuran keimanan dan keshalehan. Mereka yang di luaritu lalu diposisikan sebagai lawan yang harus dicurigai atau bahkan dimusuhi.Ini pula yang telah menciptakan polarisasi klasik antara kekuatan politik Islamdan kekuatan politik non-Islam, dengan beragam label ideologi dan aliranpolitiknya.

Masih menurut mereka, adalah suatu keanehan dan penyimpangan manakala adakekuatan politik Islam bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan politik non-Islam.Ditambah lagi satu obsesi bahwa kekuatan-kekuatan politik Islam harus bersatudi bawah satu bendera saja, untuk kemudian berhadapan vis a vis denganselainnya. Sejumlah dalil dan tafsir sejarah pun disertakan untuk melanggengkanpaham ini.

Saudaraku, perlu kita pahami bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah wilayah al-mashlahahal-‘ammah, atau domain kepentingan umum. Kepemimpinan menurut Islamadalah untuk kemashlahatan semua manusia yang bernaung di dalam ruang kekuasaanitu, siapapun mereka. Bahkan juga untuk kemashlahatan semua makhluk selainmanusia. Coba lihat, bukankah syariat Islam juga mengatur hak-hak bangsa Jinyang tidak boleh kita zhalimi. Misalnya kita dianjurkan Rasulullah untuk tidakmemakan tulang, karena itu aset pangan bangsa Jin. Sementara sekarangberkembang menu makanan berduri atau bertulang lunak, sehingga ludes semua hakbangsa Jin itu dimangsa manusia.

Saya minta maaf jika mengambil contoh ektrem dan paradoks, dikarenakan iniadalah perkara penting. Yaitu menyangkut cara pandang yang membentuk perilakukita dalam kerangka bermasyarakat dan bernegara. Kepemimpinan dan kekuasaanyang bercirikan pendayagunaan berbagai sumber daya kekuatan untuk pencapaiantujuan isti’mar al-ardh ini yang disebut sebagai At-Taskhir. Konsep ini mengacukepada firman Allah:

”Tidakkahkamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu segalaapa yang ada di langit dan segala apa yang ada di bumi, dan menyempurnakanuntukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantahtentang Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberipenerangan.” (Luqman: 20).

Ketika Allah menetapkan Takrim (pemuliaan) posisi manusia sebagai Khalifatullah fil-Ardh, makaAllah ikuti dengan Taskhir. yaitu penyediaan berbagai sumber daya yangdibutuhkan untuk menjalankan tugas kepemimpinan. Secara tabiat, berbagaisumber daya itu bersifat tunduk kepada kekuasaan untuk dikelola menjadi energipositif. Dan secara tabiat pula, kepemimpinan manusia mampu menundukkan mereka.

Dari konsep dan prinsip Taskhir, maka pahamlah kita praktekkepemimpinan dan kekuasaan yang dijalankan oleh Rasulullah saw. Bagaimanabeliau mendayagunakan posisi terhormat nasabnya untuk bernegosiasi dengan a-immatul-kufr (pemimpin-pemimpin kekufuran) Makkah. Bagaimana beliau membangunkomunikasi dan aliansi dengan Raja Habasyah untuk keperluan suaka politiksebagian sahabatnya. Bagaimana beliau gunakan tangan-tangan sebagian tokohmusyrikin Makkah untuk mencabut embargo dan blokade terhadap komunitas kaummuslimin yang sudah berlangsung selama tiga tahun. Bagaimana beliau menyewasecara profesional Abdullah Uraiqith seorang musyrik sebagai pemandu jalan saathijrah ke Madinah.
Juga bagaimana beliau merekrut tokoh-tokoh simpul dari kelompok-kelompok besarmasyarakat Madinah, dan memuliakan posisi mereka. Bagaimana beliau membiarkankeberadaan tokoh-tokoh munafik Madinah, namun membatasi ruang-geraknya.Bagaimana beliau mengakomodir kepentingan kelompok-kelompok Yahudi dalam PiagamMadinah, dan mengikat mereka dengan klausul hukum yang tegas. Bagaimana beliaumenolak kehadiran Abu Jundul dan pengikutnya untuk masuk Madinah, dan bersikapdiam atas berbagai operasi yang mereka lakukan terhadap kafilah-kafilah dagangQuraisy Makkah.

Juga bagaimana Rasulullah membuka luas arus perdagangan antar negara diMadinah. Bagaimana beliau menugaskan beberapa sahabat untuk mempelajari bahasadan budaya Yahudi dan Nasrani. Bagaimana beliau mengadopsi banyak tradisi danteknologi negara atau bangsa lain untuk kemashlahatan ummat. Termasuk dalam halRasulullah saw menikahi Shafiyyah, seorang putri tokoh sentral Yahudi yangditaklukkan dalam peperangan.

Ikhwah fillah, konsep Taskhir tentu saja berdimensi sangatluas. Pastinya ia melekat pada konsep kepemimpinan dan kekuasaan. Ia menyangkutpenundukkan dan pendayagunaan berbagai sumber daya alam untuk kemakmuran.Menyangkut penundukkan dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan anekakeragamannya untuk mewujudkan masyarakat hadhari atau berperadaban. Jugamenyangkut penundukkan dan pendayagunakan berbagai potensi kekuatan buruk ataudestruktif menjadi unsur kekuatan yang positif atau minimal netral.

Memimpin dunia berarti meletakkan semua komponennya di bawah kendali kita.Seorang pemimpin akan memandang semua yang ada di sekelilingnya sebagai sumberdaya potensial yang harus dikelola dan ditundukkan. Siapapun, apapun danbagaimanapun adanya. Seorang pemimpin tidak akan mudah melakukan fragmentasiatau pengkotak-kotakan, lalu melakukan sikap baro’ah atau garis demarkasiterhadap kotak-kotak yang berbeda dengan dirinya. Secara aqidah dan ibadahmemang harus dan mudah untuk membeda-bedakan manusia. Namun sekali lagi,kepemimpinan dan kekuasaan adalah wilayah al-mashlahah al-’ammah.

Nah saudaraku, mari kita lihat kembali Indonesia negeri kita yang besar ini.Semangat kita pastilah ingin memimpin negeri ini. Mari lihat dengan cermat;begitu beragamnya penduduk negeri ini dari suku, bahasa, agama, budaya dananeka ikatan primordial lainnya. Bahkan keberagaman itu terlihat jelas di umatIslam sebagai komponen mayoritas penduduknya.

Perbedaan aliran fiqh, ormas ataukelompok, tingkat pemahaman dan komitmen terhadap syari’at, hingga perbedaancara memperjuangkan aspirasinya. Indonesia begitu melimpah ruah sumber dayaalam dan ekonominya. Namun lihatlah sebagian besar didominasi oleh aktor-aktorbisnis non-muslim, bahkan asing. Lihat juga tentara sebagai garda depanpertahanan negara.

Untuk waktu lama mereka didoktrinbahwa Islam adalah ancaman terhadap (kekuasaan) negara. Lalu lihat juga begitubanyaknya para pegiat sosial, budaya, hukum dan politik yang ingin mendorongdemokratisasi di berbagai bidang, namun memiliki referensi ideologi anekawarna.

Kenyataan lainnya, bangsa ini makinterpuruk dalam lubang kemiskinan. Menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnyaangka pengangguran, tingkat inflasi yang makin membumbung, angka putus sekolahmasih tinggi, kriminalitas masih merajalela, korupsi tak pernah berhenti,budaya bebas dan semau gue jadi tren generasi muda, patriotisme dan semangatkebangsaan makin tipis, dan mengagungkan budaya barat jadi simbol kemajuan.

Negeri ini butuh kepemimpinan yang baik. Barisan dakwah memiliki modal palingpokok untuk memimpin. Yaitu manusia-manusia yang sadar akan posisinya sebagaikhalifatullah dan sadar akan statusnya sebagai ‘abdullah (hamba Allah) yangharus beriman dan beramal shaleh. Istikhlaf (proses menuju kepemimpinan) tidakcukup hanya dengan seruan atau teriakan. Tapi juga pada sejauh mana kita mampumengkapitalisasi berbagai sumber daya kekuatan untuk dihimpun menjadi energipositif untuk tujuan mulia. Di sinilah sifat inklusif Islam memberi jalan bagitathbiq ru’yah at-taskhir, atau implementasi pandangan taskhir sebagai syaratmulusnya proses istikhlaf. Wallahu a’laambish-showaab.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More