Jumat, 15 April 2011

Besok PKS Berikan Surat Tertutup untuk SBY

Jakarta - Hari ini, Majelis Syuro PKS menggelar rapat di kantor DPP PKS bersama sekitar 90 kadernya. Terkait kontrak koalisi, dalam rapat yang dimulai sejak siang tadi Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq mengatakan pembahasan kontrak masih dalam proses pemaparan.

"Kami masih dalam proses. Sampai magrib baru sampai pemaparan. Pembahasannya sudah tentu agak panjang karena anggotanya berjumlah 90 orang. Masing-masing punya hak untuk komentar. Kemungkinan tidak selesai malam ini karena jumlah mereka banyak," kata Luthfi kepada wartawan di gedung DPP PKS, Jakarta, Jumat (15/4).

Luthfi menambahkan, keputusan akhir dari kontrak koalisi tidak akan disampaikan ke publik sebelum hasilnya disampaikan ke Presiden SBY. Surat yang akan diputuskan oleh Majelis Syuro esok akan diberikan kepada SBY dalam bentuk surat tertutup.

"Setelah dirumuskan baru akan diputuskan sikap kami. Semua keputusan akan disampaikan langsung ke SBY dalam surat tertutup. Jadi, tidak dibuka ke publik karena ini masalah internal PKS dan SBY. Kami enggak akan buka sikap kepada publik sebelum itu sampai ke SBY. Setelah sampai di SBY, kemudian kami tunggu respon beliau. Mungkin beliau akan merespons secara tertutup atau terbuka. Kalau sudah dari pihak SBY merespons, kami sepakati mana yang dibuka dan yang ditutup. Nanti, kami akan beri keterangan pers mana yang akan dibuka," ujarnya.

Luthfi mengelak bahwa Majelis Syuro PKS dikatakan tidak nyaman dengan draf kontrak baru koalisi tersebut. PKS ingin mengetahui kedudukan hukum dari hak prerogatif presiden dengan hak konstitusional DPR. Hak prerogatif presiden pun tidak bisa sebagai gurauan dan manuver politik.

"Bukan ketidaknyamanan. Kami pahami dan coba pahami dari konstruksi hukumnya. Konteks nyaman enggak nyaman itu relatif. Selama ini hak yang dilindungi itu jadi tema pembicaraan semua politisi kita, seolah-olah hak prerogatif bukan atas tekanan siapapun. Jangan dijadikan bahan gurauan, manuver politik, ancam-mengancam itu enggak bisa. Itu bukan kewenangan pihak lain. Itu murni hak presiden. Kalau hak presiden diobok-obok ini bertentangan dengan UU. Ini bukan berarti akan mereduksi hak konstitusi dalam politik dan demokrasi, bukan membungkam anggota dewan. Mereka memiliki hak mengkritisi. Ini tetap diakui dan dijalankan," katanya.

Lebih lanjut Luthfi mengatakan bahwa harus ada kesepakatan pembicaraan tentang tema yang harus kompak dengan koalisi dan pembicaraan yang bebas dari koalisi. (OL-5)

Sumber: http://www.mediaindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More